Dalam
kenyataannya, Rahmah el Yunusiyyah menghadapi problem tenaga pendidik
untuk lembaga pendidikan yang dibukanya. Guna memenuhi tuntutan
tersebut, ia membuka Kulliyat al Mu’alimat al Islamiyah pada tahun 1937. Kulliyatul Mu’alimat al Islamiyyah ini bertujuan untuk mencetak tenaga guru muslimah profesional. Jangka waktu pendidikannya ditempuh selama tiga tahun. Setahun sebelumnya, yaitu tahun 1936 Rahmah berhasil mendirikan sekolah tenun.
Diniyah School
Putri Padang Panjang mendapat tempat di hati masyarakat. Lulusannya
sangat diminati. Tidak hanya di Sumatra dan Jawa bahkan hingga
masyarakat Malaysia dan Singapura. Rahmah kemudian membuka cabang Diniyah School
di beberapa tempat. Ketika ia mengikuti Kongres Perempuan Indonesia
mewakili Sumatera Barat di tahun 1935, Rahmah sekaligus membuka cabang
di Kwitang dan Tanah Abang. Kemudian di tahun 1950, ia membuka cabang di
Jatinegara dan Rawasari.
Rahmah
juga berusaha menyempurnakan institusinya dengan cara memiliki lembaga
pendidikan setingkat perguruan tinggi. Cita-cita ini terlaksana pada
tahun 1967 dengan berdirinya Fakultas Tarbiyah dan Fakultas Dakwah. Pada
tahun 1969. Kedua fakultas ini berubah namanya menjadi Fakultas Dirasah
Islamiyyah. Ijazah Sarjananya diakui setara dengan Ijazah Fakultas
Ushuluddin Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN).
Dalam
mengelola lembaga pendidikannya, Rahmah memilih sikap independen tidak
berafiliasi kepada pihak manapun, baik pemerintah maupun partai.Sikap
ini terlihat jelas ketika Rahmah menolak subsidi dana pendidikan dari
pemerintah kolonial Belanda. Rahmah juga menolak penggabungan
sekolah-sekolah Islam di Minangkabau. Dia berpendapat, independensi
menyebabkan sekolah bebas untuk berjalan sesuai dengan visi dan misi
sendiri, sehingga mampu menghasilkan para pelajar yang cerdas, shalihah
dan militan.
Disamping
berjuang di bidang pendidikan, Rahmah juga turut berperan aktif dalam
organisasi kemasyarakatan. Dia pernah aktif di beberapa organisasi,
diantaranya yaitu Serikat Kaum Ibu Sumatera (SKIS), Taman Bacaan,
Anggota Daerah Ibu.
Pada masa pendudukan Jepang Rahmah aktif di organisasi Gyu Gun Ko En Kai, Haha no Kai.
Sewaktu pecah perang pasifik, Rahmah menjadikan Diniyah School sebagai
Rumah Sakit darurat. Kemudian ketika berita proklamasi kemerdekaan
belum sampai kepada khalayak ramai, Rahmah adalah orang yang pertama
kali mengibarkan bendera merah putih di Sumatera Barat. Sungguh luar
biasa keberaniannya. Di era kemerdekaan, Rahmah mengayomi Laskar
Sabilillah dan Laskar Hizbulwatan. Ia juga turut mempelopori
terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat.
Keberhasilannya
dalam mengelola Perguruan Diniyyah Putri Padang Panjang mendapat
apresiasi tidak hanya dari dalam negeri tapi juga dari luar negeri.
Rektor Universitas Al Azhar Mesir, Dr.Syaikh Abdurrahman Taj mengadakan
kunjungan ke Perguruan pada tahun 1955. Kemudian beliau mengadopsi
sistem pendidikan Perguruan Diniyyah Putri Padang Panjang tersebut ke
Universitas Al Azhar yang pada waktu itu belum memiliki pendidikan
khusus bagi perempuan.
Rahmah
El-Yunusiyyah berhasil mewarnai kurikulum Al-Azhar. Atas jasanya
tersebut, Rahmah mendapat gelar Syaikhah dari Universitas Al Azhar pada
tahun 1957. Beliaulah wanita pertama yang mendapat gelar syaikhah.
Prestasi yang sangat membanggakan bagi Rahmah khususnya dan bagi bangsa
Indonesia umumnya.
Rahmah
El-Yunusiyyah telah berhasil membuktikan kepada dunia bahwa muslimah
Indonesia bukanlah perempuan yang terbelakang. Bahwa muslimah taat bisa
berkontribusi bagi agama dan bangsanya. Beliau berhasil mewujudkan
cita-citanya karena keyakinannya yang teguh kepada Alloh serta tekadnya
yang membaja. Rahmah tutup usia pada tanggal 26 Februari 1969. Meskipun
beliau telah tiada tapi semangatnya tetap mengalir hingga hari ini.
Kisah hidupnya tetap memberi inspirasi bagi seluruh muslimah Indonesia. Selamat jalan Syaikhah….perjuanganmu akan selalu kami kenang. penulis widi astuti
Categories:
Peristiwa